Invisible Wound: Hate Comment itu Sebenarnya Bahaya Ga Sih?

Invisible Wound: Hate Comment itu Sebenarnya Bahaya Ga Sih?

By: admin pusat

’Dih, di komen gitu doang kena mental. Baperan banget, sih!’. Halo anak Indonesia! Kalian pernah ga sih, dikatain baperan karena sedih setelah membaca komentar negatif yang memicu rasa-insecure kalian? Atau mungkin, kalian bahkan pernah melontarkan komentar negatif di salah satu postingan teman kalian? Ternyata, melontarkan komentar negatif di media sosial itu termasuk kedalam salah satu bentuk kekerasan loh, teman – teman! Jenis kekerasan ini biasa dikenal dengan CyberBullying.
 
Seiring berkembangnya zaman, peradaban manusia menjadi lebih maju. Teman-teman pasti sudah pernah mendengar istilah ‘Dunia dalam genggaman’ Bukan? Istilah yang merepresentasikan smartphone dan dunia digital itu mungkin sudah tidak tabu lagi di kalangan masyarakat modern. Di zaman sekarang, mayoritas anak-anak sekolah di Indonesia pasti memiliki smartphone dan juga akun media sosial. Selain menawarkan kemudahan dan peluang luar biasa untuk menuntut ilmu dan mengakses segala macam bentuk informasi. Dunia digital, juga memiliki banyak kerugian jika digunakan secara tidak tepat. Salah satu dampak negatif dari luasnya akses untuk terhubung di dunia digital, adallah CyberBullying. Menurut UNICEF, CyberBullying adalah penindasan dengan menggunakan teknologi digital. Hal ini dapat terjadi di media sosial, platform perpesanan, platform game, dan telepon seluler. Ini adalah perilaku berulang yang ditujukan untuk menakut-nakuti, membuat marah, ataupun mempermalukan korban. 
 
Hate Comment atau komentar negatif kerap sekali kita temukan di berbagai postingan media sosial seseorang. Tak peduli seseorang itu terkenal atau tidak. Tak memandang postingan itu berupa video, foto, atau bahkan hanya berupa rangkaian kata kata. Komentar negatif sudah seperti benalu yang menempel di laman postingan seseorang. Parahnya lagi, terkadang tidak hanya orang asing, orang terdekat kita-pun sering memberikan komentar negatif secara sadar maupun tidak. Katanya sih.. bercanda. Tapi apa orang yang menerima komentar tersebut turut menganggap itu sebagai candaan? 
 
Menurut jajak pendapat U-Report 2019 terhadap 2.777 anak muda Indonesia usia 14-24 tahun, ditemukan 45% dari mereka mengalami CyberBullying. Perundungan ranah daring ini tidak bisa dibiarkan karena hal ini dapat merusak kesehatan mental seseorang. Dampak yang ditimbulkan pun tidak main-main. Walaupun tidak terluka secara fisik, CyberBullying Kerap menoreh luka tak kasat mata di mental Korban. Korban bisa saja mendapatkan perasaan tertekan dan cemas, ketakutan, memandang rendah dirinya sendiri, mudah tersinggung, emosional, gejala stress pasca trauma, mengalami masalah tidur, Depresi, menyakiti diri sendiri, bahkan memiliki keinginan atau melakukan percobaan bunuh diri. 
 
Menurut kompasiana.com, 40% anak-anak di Indonesia meninggal bunuh diri akibat tidak kuat dengan bullying yang terjadi. Sisanya, 38,41% mengaku pernah menjadi pelaku dan 45,35% mengaku pernah menjadi korban. Sayangnya, tindakan CyberBullying ini susah untuk dibasmi karena dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. 
 
Miris banget, kan? Terkadang hal yang kita anggap sepele ternyata berdampak sangat besar bagi mental seseorang. Siapa sangka, komentar yang kita ketik sepersekian detik dapat menggoreskan trauma kepada korban hingga berpuluh tahun lamanya jika kita tidak bijak dalam mengolah kata-kata. Tapi, perlu diingat bahwa kritik berbeda dengan ujaran kebencian. Kritik bersifat membangun dan mengevaluasi, serta disampaikan dengan kata kata yang baik tanpa unsur merendahkan. Jadi, jangan berlindung dibalik kata ‘Kritik’ ya?. 

Terus, cara mencegah CyberBully ini gimana dong? Secara tindakan ini kerap dilakukan secara anonim, dan fleksibel sehingga susah untuk dideteksi. Berbagai upaya sudah dilakukan untuk menyadarkan masyarakat dampak fatal dari CyberBullying ini. Beberapa diantaranya adalah Edukasi secara Online maupun Offline, baik berupa Sosialisasi, Talkshow, Poster, dan lain sebagainya. Sebagai pengguna media sosial, alangkah baiknya jika kita dapat lebih bijak dalam memanfaatkan sarana daring tersebut. Salah satu cara agar kita dapat terhindar dari dorongan untuk memberikan komentar negatif, adalah dengan menempatkan diri kita di posisi korban sebelum mengetik komentar negatif, alias metode ‘what if it was you’. 
 
Jadilah pengguna media sosial yang bijak dan santun. Karena Setiap anak, berhak mendapatkan Informasi yang Layak Anak dan mengakses Internet Sehat. Maka dari itu, ayo berhenti mencari kesalahan orang lain dan jadilah pengguna yang bijak dan santun.
 
Niken Khairunnisa Rarasati – Riau